Bagi sebuah kapal laut terutama apabila sedang dalam pelayaran
menyeberangi lautan, peranan & keberadaan seorang nakhoda sebagai pejabat
tertinggi yang memimpin & bertanggungjawab atas keselamatan kapal &
segala sesuatu yang berada di dalamnya, mempunyai arti yang sangat penting.
Pasal 341 KUHD menegaskan bahwa nakhoda itu memimpin kapal, nakhoda harus
bertanggungjawab atas keselamatan kapal & segala sesuatu yang terdapat di
dalamnya.
Ø
Kedudukan
nakhoda berdasar hubungan kerjanya dengan reder
berdasar pada ketentuan 1934-241,
nakhoda berkedudukan sebagai “sekutu” pengusaha kapal (medereder) dimana
seluruh administrasi perjalanan & muatan diserahkan sepenuhnya kepada
seorang nakhoda. Dengan demikian hubungan antara nakhoda dengan reder terjadi
hubungan koordinasi.
Dengan
berdasar pada 1938 – 1 dan 2 nakhoda tidak lagi berkedudukan sebagai medereder
melainkan hanya sebagai buruh utama dari pengusaha kapal. Perubahan ini membawa
konsekwensi dimana antara nakhoda & reder telah terjadi hubungan sub
ordinasi, reder berkedudukan sebagai pihak pemberi kerja & nakhoda
sebagai pihak yang melakukan kerja.
Ø NAKHODA
SEBAGAI PEMIMPIN DI KAPAL
- Kewajiban
1.
Nakhoda
berkewajiban berbuat dengan kemampuan & ketelitian serta kebijaksanaan sedemikian
rupa seperti yang perlu untuk menunaikan tugasnya.
2.
Mengikuti
kebiasaan & peraturan-peraturan yang ada untuk menjamin kelayakan
mengarungi laut dan keamanan kapal, penumpang & muatan.
3.
Menggunakan
pandu laut dimana saja hal itu diharuskan oleh kebiasaan & peraturan yang
berlaku.
4.
Mengawasi
semua penumpang.
5. Mengawasi
barang-barang yang ada dalam kapal.
6.
Selama
dalam pelayaran berkewajiban untuk memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang
berhak atas muatan.
7.
Dan
lain-lain.
- Wewenang
1.
Menjalankan
kekuasaan atas semua pelayar
2.
Dalam
keadaan memaksa & mendesak, nakhoda berwenang untuk menjual seluruh atau
sebagian dari muatan atau membayar pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan
muatan itu ataupun meminjam uang dengan menggadaikan muatan itu.
3.
Melaksanakan
tata tertib terhadap awak kapal.
4.
Wewenang
untuk menyita minuman keras atau senjata yang dimiliki anak buah kapal tanpa
seijinnya.
Ø NAKHODA SELAKU PEJABAT PEMBANTU
PEMERINTAH PUSAT DALAM BIDANG HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Dalam
kaitannya nakhoda selaku pejabat pembantu pemerintah pusat dalam bidang hukum
administrasi negara adakalanya ia harus bertindak selaku pegawai pencatatn
sipil atau pula selaku notaris.
·
Kelahiran seorang anak di kapal
Apabila
terjadi kelahiran di kapal, maka dalam waktu 24 jam setelah terjadi kelahiran
nakhoda berkewajiban untuk mencatatnya dalam buku harian kapal, dengan
dihadiri atau disaksikan oleh ayah si anak (kalau ada) dan 2 orang saksi yang
termasuk pelayar.
·
. Kematian
seseorang di kapal
Dengan
berdasar pada peraturan yang sama apabila terjadi kematian seseorang di dalam
kapal, maka harus mencatatnya dalam buku harian kapal.
Ø SEBAGAI NOTARIS
Apabila ada
sesorang pelayar di dalam pelayaran hendak atau minta dibuatkan surat wasiat,
maka nakhoda harus melaksanakannya.
Ø NAKHODA SELAKU PEJABAT PEMBANTU PEMERINTAH PUSAT DALAM
BIDANG HUKUM PIDANA
Pasal 386
kuhd menyebutkan bahwa nakhoda mempunyai kekuasaan disipliner terhadap anak buah
kapal, dan disebutkan pula bahwa untuk mempertahankan kekuasaan tersebut
nakhoda dapat mengambil tindakan yang sepantasnya diperlukan.
Klasifikasi
perbuatan yang dapat dipidana oleh nakhoda menurut pasal 387 KUHD ialah :
1.
Meninggalkan kapal tanpa seijin nakhoda.
2.
Tidak kembali ke kapal pada waktunya.
3.
Menolak pekerjaan dinas.
4.
Bekerja kurang baik.
5.
Berlaku tidak sopan terhadap nakhoda, anak buah kapal lainnya atau terhadap pelayar.
6.
Mengganggu ketertiban.
Terhadap
anak buah kapal yang melakukan perbuatan pidana tersebut nakhoda berwenang
untuk :
- Menjatuhkan
hukuman “penutupan” selama 3 hari.
- Membebankan
denda keperdataan, yang besarnya maksimal 10 hari gaji, dengan ketentuan
seluruh denda itu tidak boleh melebihi 1/3 gaji seluruh perjalanan.
Membatalkan perjanjian kerja
dengan anak buah kapal yang bersangkutan
Ø NAKHODA SELAKU WAKIL DARI PENGUSAHA KAPAL
v Pasal
359 kuhd menegaskan bahwa nakhoda berkewajiban untuk menyelenggarakan susunan
awak kapal & segala sesuatu yang berhubungan dengan pemuatan &
pembongkaran muatan kapal termasuk di dalamnya pemungutan biaya angkutan,
kecuali apabila pengusaha kapal membebankan hal ini kepada orang lain.
v Rasio
daripada ketentuan pasal 359 kuhd ini adalah agar pelayaran menyeberangi lautan
dapat berjalan dengan lancar & menguntungkan pengusaha kapal.
Ø NAKHODA
SELAKU WAKIL DARI PIHAK YANG BERKEPENTINGAN ATAS MUATAN KAPAL
Oleh karena
pemilik barang-barang muatan kapal tidak berada di kapal yang bersangkutan
ketika sedang berlayar, barang-barang tersebut berada di bawah pengawasan &
perlindungan nakhoda. Maka bila ada sesuatu peristiwa yang menyangkut
barang-barang muatan itu nakhoda harus mewakili pemiliknya.
Penyalahgunaan kekuasaan oleh
nakhoda
ü Undang-undang telah memberikan kekuasaan begitu
besar kepada seorang nakhoda, namun demikian undang-undang juga memberikan
ancaman pidana dan denda keperdataan serta tindakan disipliner terhadap
nakhoda, apabila nakhoda tersebut menyalahgunakan kekuasaannya itu.
ü Bagi nakhoda yang bertindak buruk terhadap kapal,
muatan & penumpang dengan putusan mahkamah pelayaran indonesia, dapat
dicabut wewenangnya untuk mengemudikan kapal laut indonesia selama jangka waktu
maksimal 2 tahun.
Ø ANAK BUAH KAPAL/AWAK KAPAL
Yang
dimaksud awak kapal ialah mereka yang tercantum dalam daftar bahari/sijil awak
kapal (monsterrol), dan mereka itu diangkat oleh pengusaha kapal untuk
bekerja di kapal guna melakukan dinas awak kapal
Dinas awak
kapal
Yang
dimaksud dinas awak kapal adalah pekerjaan yang biasanya dijalankan oleh mereka
yang diterima bekerja di kapal, kecuali pekerjaan nakhoda (pasal 374 ayat 2
kuhd)
Sedangkan yang tidak termasuk
pengertian dinas awak kapal menurut pasal 375 ayat 3 jo pasal 371 a kuhd, yaitu
:
- Pekerjaan
pekerja bongkar muat barang.
- Pekerjaan
yang dilakukan oleh pekerja yang bersifat sementara.
- Pekerjaan
yang dilakukan oleh pelayar, korban kapal karam.
- Pekerjaan
yang dilakukan oleh penumpang gelap.
Ø SIJIL AWAK KAPAL (MONSTERROL)
Sijil awak kapal adalah daftar yang berisi dan menerangkan tentang awak
kapal lengkap dengan pangkat & jabatannya masing-masing
Menurut pasal 376 ayat 2 kuhd,
sijil awak kapal itu berisi :
- Nama
awak kapal.
- Nama
kapal yang bersangkutan.
- Kedudukan
atau jabatan setiap awak kapal dalam menjalankan dinas awak kapal.
- Penunjukkan
siapakah diantara awak kapal itu yang menjadi perwira.
v
Yang dimaksud dengan perwira kapal itu ialah
mereka yang dalam sijil awak kapal ditempatkan sebagai perwira.
v
Sedang yang termasuk perwira kapal itu ialah :
1.
Mualim i, ii, iii & iv.
2.
Ahli mesin kapal, ahlin mesin
ii, iii, iv & v.
3.
Ahli listrik.
4.
Dokter.
5.
Kepala administrasi.
6.
Juru telegraph/radio makronis.
v
Sedangkan awak kapal lainnya selain perwira kapal
disebut “anak kapal”.
Ø Pelayar
Definisi atau pengertian dari pelayar dapat dilihat dalam pasal 341 ayat
1 kuhd yaitu semua orang yang berada di kapal, kecuali nakhoda.
Rasio daripada ketentuan pasal tersebut menempatkan nakhoda diluar golongan
atau kelompok pelayar ini adalah untuk menonjolkan kedudukan nakhoda dibanding
dengan orang-orang lain yang terdapat di kapal.
Sedangkan pasal 1 ayat 1 1935 pelayar didefinisikan sebagai berikut :
pelayar ialah pelaut, penumpang, pekerja, dan kuli sebagaimana yang dimaksud
dalam uraian mengenai pengertian penumpang.
Ø Pelaut
Menurut s./ 1935, pelaut adalah semua orang yeng terdapat di kapal dan
berkedudukan sebagai nakhoda, perwira kapal, anak kapal, atau pengurus muatan.
Ø Penumpang
Menurut s. 1935, penumpang adalah semua orang yang berada di kapal,
kecuali pelaut, pekerja sementara, pekerja bongkar muat, termasuk orang yang
berada di kapal karena keadaan memaksa atau karena suatu kewajiban nakhoda
untuk membawanya dalam suatu pelayaran baik karena kapal karam atau karena
sebab yang lain.